Filosofi dosen sebagai pegawai kantoran yang harus terpaku dengan jam kerja dengan dibuktikan sebuah absensi ternyata tidak sejalan dengan pendapat Mantan Dirjen Dikti, Satrio Soemantri Brojonegoro. Alasannya dosen itu bukan pegawai tapi pelaku pendidikan di Perguruan Tinggi yang mampu menghasilkan berbagai macam inovasi.
Dosen Harus Bebas dari Absensi Karena Bukan Karyawan. Satrio mengungkapkan opininya dalam acara Munas ke-I dan Seminar Forum Dosen Indonesia (FDI), di Gedung Sundan Ambu Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Jalan Buah Batu, Senin (24/8/2015). Dilansir Pikiran-rakyat.com, Acara ini dibuka oleh Rektor ISBI Bandung Een Herdiani ini dihadiri pula oleh Rektor UPI Bandung, Furqon dan seluruh anggota FDI.
Dosen harus independen, merdeka, dan tidak boleh dikekang. Dosen juga harus dan mampu membuat keputusan-keputusan. Dosen itu bukan pegawai tapi pelaku pendidikan yang mampu menghasilkan berbagai macam inovasi. Jika kampus tidak dapat menjadi tempat bagi dosen untuk melaksanakan itu semua, maka itu bukan kampus namanya. Tetapi kantor atau perusahaan.
Dikatakan Satrio, kampus merupakan lembaga yang unik yang di dalamnya terdapat berbagai potensi, mulai dari potensi akademik, potensi profit, potensi nonprofit, dan lain-lain. Dosen sebagai profesi penggerak kampus tidak hanya mengajar tetapi juga meneliti, membimbing ke lapangan, memberikan pengabdian kepada masyarakat, dan berkiprah untuk kemajuan pendidikan. Oleh karena itu, di kampus tidak perlu ada absen.
“Kalau dosen hanya mengejar agar absen komplet setiap hari kerja, itu bukan dosen tapi karyawan. Padahal kampus bukan perusahaan, kantor, ataupun sekolah,” tegasnya.
Sebagai lembaga yang unik, lanjut Satrio, kampus tidak boleh kaku. Kampus tidak boleh diatur. Kalaupun ada aturan, aturan dan SOP kampus tidak boleh seragam. Ketika kampus banyak diatur bahkan aturannya diseragamkan, maka hal itu sangat mengingkari undang-undang keberadaan kampus itu sendiri sebagai lembaga yang paling “ruwet” dengan banyak aturan dan memiliki potensi yang berbeda.
“Jadi, ibarat buah-buahan, ada durian, nenas, dan apel. Tidak mungkin kita membandingkan buah-buahan tersebut karena memang satu sama lain berbeda. Yang harus kita lakukan adalah bagaimana menghasilkan durian, nenas, atau apel yang paling baik,” imbuhnya.
Bagaimana para dosen di Indonesia? apakah setuju dengan pernyataan diatas? Apakah yakin setiap dosen di Indonesia memiliki jiwa seperti apa yang diungkapkan Satrio Soemantri Brojonegoro?