Testosterone deficiency syndrome pada pria

0
21795
Testosterone deficiency syndrome pada pria
Testosterone deficiency syndrome pada pria

Testosteron Deficiency Syndrome (TDS) atau sindrom kekurangan testosteron merupakan suatu keadaan dimana produksi testosteron dari t* stis tidak cukup.

Adapun gejala TDS yang muncul yaitu rendahnya dorongan seksual dan menurunnya libido, menurunnya fungsi ereksi, penurunan massa otot dan kekuatannya, kenaikan berat badan, kurang konsentrasi, mudah lelah, depresi berat, kelemahan fisik yang parah, osteoporosis dan anemia.

TDS pada pria juga akan mengakibatkan konsekuensi medis seperti sindrom metabolisme seperti obesitas, disregulasi insulin (yang menyebabkan tingkat kadar gula darah menjadi abnormal), kolesterol tinggi dan hipertensi ringan. Pada akhirnya kondisi ini dapat mengarah pada penyakit diabetes mellitus dan jantung.

Pria dianggap menderita TDS apabila tingkat testosteron dalam darah berada di bawah angka 12 nmol/L. Dimana kisaran normal berada di antara 12-40 nmol/L. Pria dengan ciri-ciri dan gejala yang mengarah pada TDS disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter dan memeriksa kadar testosteronnya.

Karena jika TDS dibiarkan begitu saja dan tidak ditangani dengan benar, akan mengakibatkan munculnya gejala di atas serta menurunkan kualitas hidup pada pria baik di usia produktif maupun usia lanjut.

Penurunan Testosteron

Testosteron merupakan hormon seks steroid (androgen) pria yang umumnya diproduksi oleh t* stis setelah terjadi kematangan pembentukan kelenjar seks pria (t* stis). Testosteron bertanggung jawab terhadap perkembangan anak laki-laki menjadi seorang pria pada masa pubertas. Testoteron berperan dalam seksualitas, pembentukan fisik, mental dan performa pria.

Testosteron merupakan hormon seks pria yang paling penting. Pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 1,2 persen per tahun dari kadar semula ketika memasuki usia 40 tahun. Sementara saat mencapai usia 70 tahun, pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah sebanyak 35 persen dari kadar semula.

Penyebab umum terjadinya TDS adalah pertambahan usia pada pria. Tipe ini disebut sebagai slow onset atau low onset TDS. Proses penuaan pada pria akan berdampak pada sistem endokrin, sistem genital, komposisi tubuh dan sistem muskular, sistem kardiosvaskular dan sistem syaraf. TDS juga merujuk pada disfungsi sistem endokrin (produksi androgen) dan sistem eksokrin (produksi sperma).

Diabetes mellitus atau penyakit-penyakit metabolik lainnya dapat mempercepat terjadinya penurunan kadar testosteron bila dibandingkan dengan pria seusia tanpa obesitas dan diabetes mellitus. Lemak perut atau perut buncit (visceral obesity) juga dapat mempercepat terjadinya penurunan kadar testosteron.

Diketahui pula bahwa pria dengan central obesity cenderung mempunyai kadar testosteron lebih rendah dibandingkan dengan pria tanpa central obesity. Pria dengan diabetes mellitus cenderung mempunyai kadar testosteron lebih rendah dibandingkan dengan pria tanpa diabetes mellitus.

Di samping itu, penyebab TDS lainnya adalah kerusakan fungsi dari t* stis (kemungkinan karena keturunan), terpapar zat beracun, tumor, operasi, dan sebagainya.

Satu gejala umum yang terjadi akibat TDS adalah penurunan fungsi ereksi. Pria dengan penurunan fungsi ereksi kemungkinan memiliki tingkat testosteron yang rendah sehingga disarankan untuk memeriksakan tingkat testosteronnya. Saat ini ditekankan pentingnya skrining TDS pada pria dengan penurunan fungsi ereksi.

Baca: Netizen Ramai Bicarakan Foto Seorang Pria Menikahi 2 Istri Sekaligus

Penurunan fungsi ereksi juga dapat diobati hanya dengan testosteron, khususnya apabila penyebab utamanya adalah kekurangan testosteron. Prevalensi pria TDS dengan penurunan fungsi ereksi dilaporkan sekitar 20 persen.

Penanganan TDS bertujuan untuk memulihkan parameter metabolik kedalam kondisi normal (eugonadal), meningkatkan massa, kekuatan dan fungsi otot, memelihara BMD (Bone Mineral Density) dan menurunkan risiko fraktur, meningkatkan fungsi neuropsikologis (kognisi dan mood), meningkatkan fungsi psikoseksual serta meningkatkan kualitas hidup.

Namun sayangnya, kurangnya informasi mengenai kondisi TDS mengakibatkan pria yang terkena penyakit tersebut mengabaikan dan tidak menyadari gejala-gejala penyakit tersebut sebagai kondisi medis yang membahayakan namun menganggapnya sebagai hal yang normal.

Hal ini membuat mereka berupaya mengobati sendiri penyakit ini dengan produk yang dijual bebas, tanpa mempertimbangkan bantuan profesional dalam upaya mengobati penyebab penyakit ini.

Jika dibiarkan tidak diobati, penyakit ini dapat secara serius mempengaruhi kesehatan seksual, fisik, dan mental pria. Oleh karena itu disarankan bagi pria dengan gejala-gejala mengarah pada TDS untuk memeriksakan kadar testosteron mereka.

Baca: Tahapan Penyakit Sifilis yang Harus Bidhuaners Ketahui

BACA JUGA