Pro dan kontra mengenai sistem pengumpulan Satuan Kredit Profesi (SKP) untuk menilai seorang Apoteker kompeten masih mencuat. Namun, pada umumnya para Apoteker di Indonesia belum mengetahui informasi dengan detil apa itu sistem SKP. Yang mencuat saat ini adalah biaya mengikuti seminar yang begitu tinggi yang harus dikeluarkan oleh seorang Apoteker.
Inilah Jawaban Cerdas Tentang Polemik Sistem Kompetensi Apoteker dari seorang Apoteker, Teguh Uji yang dikutip dari blog pribadinya apoteguh.wordpress.com. Dari biografinya, Teguh adalah seorang Apoteker yang tercatat sebagai PNS di BPOM sejak tahun 2004.
Polemik yang mencuat saat ini adalah mahalnya biaya seminar yang harus diikuti oleh Apoteker untuk mencapai 150 SKP sebagaimana dipersyaratkan. Apalagi bagi Apoteker “grassroots” yang berada di luar pulau Jawa yang merasa kesulitan untuk mencapai jumlah SKP yang dipersyaratkan.
Melalui tulisan Teguh dengan gaya bahasa khasnya yang lugas, Teguh mengaku banyaknya pesan yang masuk melalui inboxnya yang bertanya mengenai polemik sistem SKP untuk meraih sertifikat kompetensi apoteker. Berikut adalah intisari dari blognya yang disempurnakan sedemikian rupa agar bisa dicerna dengan baik oleh para Apoteker maupun masyarakat umum di Indonesia.
1. Mengapa Apoteker harus mengumpulkan SKP? Mengapa organisasi profesi apoteker yakni Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) pekerjaannya hanya mempersulit anggotanya?
“Amanat PP 51/2009 pasal 37 adalah setiap apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi, sertifikat berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang melalui uji kompetensi. Serifikat kompetensi merupakan syarat untuk memperoleh STRA (Pasal 40 PP 51/2009 dan pasal 7 PMK 889/2011). Pasal 11 PMK 889/2011 “Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi melalui pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP)”
Jadi jelas ya bahwa uji kompetensi, sertifikat kompetensi dan SKP bukan akal2an IAI tapi merupakan perintah peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
2. Jumlah 150 SKP sangatlah memberatkan, mahal dan merepotkan, apalagi untuk Apoteker di daerah luar pulau Jawa yang tidak ada seminar. Tidak mungkin kami bisa meraih 150 SKP? IAI tidak respek dengan anggotanya, pekerjaannya hanya mencari untung dari anggotanya
TS Apoteker yg lg galau janganlah mudah terbawa emosi dan hasutan. Akan saya coba jelaskan RAHASIA ABAD INI “CARA MEMPEROLEH 150 SKP FULL TANPA SEMINAR & TANPA BIAYA”. Caranya:
Untuk mengajukan resertifikasi, apoteker harus memenuhi 150 SKP selama 5 tahun dengan ketentuan sbb:
1. 60-75 SKP dari Praktek (wajib)
2. 60-75 SKP dari pembelajaran (wajib)
3. 7,5-22,5 dari pengabdian masyarakat (wajib)
4. Publikasi ilmiah di bidang farmasi, max 37,5 SKP (tambahan)
5. Pengembangan ilmu & pendidikan, max 37,5 SKP (tambahan)
Di dalam blognya hanya menjelaskan hal yang wajib saja
1. Cara mendapatkan SKP Praktek:
Wajib praktek minimal 2000 jam/5 tahun = 400 jam/tahun = 34 jam/bulan = 1,5jam/hari dengan ini saja anda sudah dapat 30 SKP, jika anda punya kelebihan jam akan dihitung 100jam setara dg 1 SKP (max. 20 SKP). Jadi dengan praktek selama 4000 jam, anda dapat 50 SKP. Namun, pengertian ini tidak dapat diartikan bahwa apoteker cukup hanya praktek selama 4000 jam saja
Disini Apoteker dengan mudahnya akan mendapat 50 SKP
Bagaimana dengan sisa 10-25 SKP ? Caranya:
a. Melakukan monitoring dan pelaporan ESO = 2 SKP/kasus. Jika 1 tahun 1 kasus maka anda sudah dapat 10 SKP lagi,
b. Menjadi pendamping minum obat pasien secara paripurna = 2 SKP/pasien/kasus. Jika 1 tahun 1 kasus maka anda sudah dapat 10 SKP lagi,
c. Mengedukasi kelompok pasien (min. 10 orang/pertemuan) = 3SKP/pertemuan. Jadi anda bisa bikin kelas untuk pasien (misal kelas DM, asam urat, panu dll). Jika anda punya 1 kelas saja dan 1 tahun sekali saja maka anda sudah dapat 15 SKP,
d. Terlibat dalam kelompok kerja (pokja) kefarmasian = 2 SKP/SK (surat keputusan)
e. Melakukan penjaminan mutu seperti SPO, catatan, rekaman, form-form yang menunjang pekerjaan farmasi = max 5 SKP/5 tahun
f. Membuat brosur/leaflet = max 5 SKP/5 tahun.
2. Cara mendapatkan SKP Pembelajaran:
a. Untuk seminar dan sejenisnya bisa dikesampingkan dengan alasan berbayar
b. Melakukan tinjauan kasus = 2 SKP. Jadi kalo 1 tahun 1 kasus, anda sudah dapat 10 SKP pembelajaran. Lalu bagaimana dengan sisa 50-65 SKP lagi?
c. Kajian “peer review” (min. 3 apoteker) = 3 SKP utk penyaji dan 2 SKP utk pendengan. Jadi kalo anda 1 tahun sekali menjadi penyaji dan pendengar, maka anda sudah dapat 25 SKP.
d. Diskusi kefarmasian (min. 5 apoteker) = 3 SKP utk penyaji dan 2 SKP utk pendengan. Jadi jika anda aktif ikut pertemuan IAI dan ada diskusi/materi pembelajaran (mirip presentasi ilmiah/seminarlah) dilakukan 3 bulan sekali secara rutin maka dalam 1 tahun minimal dapat 8 SKP, 5 tahun 40 SKP.
e. Bagi anda yg berhasil menyelesaikan studi lanjut di bidang farmasi, anda dapat SKP yang besar (S2 = 50 SKP, S3 = 75 SKP)
3. Cara mendapatkan SKP pengabdian masyarakat:
a. Penyuluhan tentang obat/OT/narkoba/AIDS/TB/malaria dll = 3 SKP/kegiatan (bobot SKP per 2 jam)
b. Memahamkan tentang distribusi/penyimpanan obat kepada kelompok masyarakat atau tenaga kesehatan lain atau fasilitas pelayanan kesehatan lain = 3 SKP/kegiatan (bobot SKP per 2 jam)
c. Pengobatan massal = 2 SKP/kegiatan (8 jam)
d. Pembinaan posyandu/lansia = 2 SKP/kegiatan (bobot SKP per 2 jam)
e. Menjadi pengurus aktif IAI atau himpunan seminat = 5 SKP/tahun
3. Merepotkan, susah dan berat untuk mendapatkan 150 SKP
Namanya juga kompetensi. Kalo masih ada yang merasa susah dan berat, pertanyaan saya “ Yakin anda apoteker yang berkompeten? Bener anda yakin? Masa’?
4. Bagaimanad dengan cara lain selain mencapai 150 SKP?
Menurutnya, ada 2 opsi. Yaitu:
1. Ikut OSCE atau uji kompetensi (bukan SKPA) lokasi ujiannya di jakarta dan prediksi akan dimulai bulan JULI 2015
2. Reschooling atau belajar lagi. Opsi ini masih dalam tahap pengembangan.
5. Bagaimana jika seorang Apoteker dengan alasan tertentu tidak sanggup untuk memenuhi jumlah SKP ketika akan resertifikasi?
untuk kasus khusus seperti berhenti di tengah jalan karena ikut istri atau lainnya nanti ada yang namanya INTERNSHIP alias magang untuk menutupi kekurangan SKP, mininal 1 bulan magang bisa dapat 36 SKP.
6. Bagaimana kalau SKP lebih dari 150, apakah hangus?
Bagi yg punya kelebihan SKP, tidak hangus dan masih bisa digunakan untuk resertifikasi berikutnya, tapi dihargai 50% dari nilai total SKPnya yang kelebihan.
Di akhir tulisannya Teguh berpesan agar Apoteker harus tetap optimis dan berpikir positif.
Komentar dipostingan ini dipindahkan ke Forum Komunitas Apoteker Indonesia, untuk melihat dan memberi komentar segera bergabung di Forum Komunitas Apoteker Indonesia klik disini