Bidhuan.id- 8 Alasan Apotek di Jerman Bisa Menghargai dan Menggaji Tinggi Apotekernya. Catatan sebuah situs kenamaan menempatkan penghasilan Apoteker di Jerman berada di urutan ke-6 Dunia. Pendapatan total kas dari Apoteker bersertifikat atau terdaftar adalah sekitar $60.000 (USD) termasuk bonus dan keuntungan.
Seorang Praktisi Apoteker, Bambang Priyambodo yang kebetulan saat ini berada di Jerman memberikan pengalaman uniknya dalam bentuk ulasan menarik di status akun facebook pribadinya.
Ternyata ada 8 hal mengapa Apotek di Jerman mampu menggaji tinggi Apotekernya, bahkan mendapatkan “tempat terhormat” di mata masyarakat Jerman.
Apa sajakah itu? Silahkan dilihat dibawah ini
1. Apotek di Jerman adalah HARUS MILIK APOTEKER.
Ini WAJIB hukumnya. Tidak boleh non-pharmacist untuk memiliki Apotek. Kebijaksanaan ini diperkuat oleh Mahkamah Eropa pada tahun 2009 yang mengesahkan “hak prerogatif” Apoteker untuk “memonopoli” kepemilikan Apotek di Jerman untuk “menjamin” perlindungan konsumen karena TIDAK ADANYA KONFLIK kepentingan antara pemilik modal dan pharmacist.
2. Karena WAJIB dimiliki oleh Apoteker, maka TIDAK BOLEH ADA APOTEK JARINGAN di Jerman.
Sebuah Apotek (milik apoteker – tentu saja) hanya diperbolehkan untuk bisa memilki Maksimal 3 Cabang saja. Masing-masing apotek juga harus di-manage oleh seorang Apoteker sebagai Branch Manager. Apotek cabang ini juga lokasinya harus bisa TERJANGKAU/terakses oleh transportasi lokal.
3. Harga untuk “Obat Resep” (prescription-only) adalah SAMA di SELURUH JERMAN.
Ini yg menarik. Hal ini diatur oleh Undang-undang Konsumen di Jerman. Sehingga tidak ada persaingan (bahkan banting-bantingan) harga. “Persaingan” adalah di sektor PELAYANAN sehingga tidak heran banyak Apoteker yg bergelar DOKTOR agar memiliki pengetahuan yg cukup luas untuk bisa “melayani” masyakarat dengan lebih baik. Bahkan kalau perlu menguasai berbagai bahasa asing, karena di Jerman juga banyak Warga Negara Asing yang tidak bisa berbahasa Jerman.
Sedangkan untuk obat OTC apotek bisa menentukan harga sendiri.
4. Pharmacist’s fee besarnya diatur secara Nasional oleh Asosiasi Apoteker Jerman (ABDA), yaitu sebesar €8,35 (sekitar Rp. 125.250,-) per R/.
Untuk obat OTC masing-masing apotek boleh menentukan sendiri berapa fee-nya.
5. Data tahun 2014, jumlah Apotek di Jerman sekitar 20.000-an dan Pasar farmasi di Jerman sekitar € 45.8 juta (sekitar Rp. 678 Trilyun).
Bandingkan dengan pasar farmasi di Indonesia yg “hanya” sekitar Rp. 70 Trilyun (1/10 -nya). Dari 20 rb-an Apotek tersebut sekitar 13 rb-an adalah milik perseorangan, 2 rb-an apotek dengan 1 cabang, 600-an apotek dg 2 cabang dan sekitar 300-an Apotek dg 3 cabang.
Ingat: TIDAK ADA APOTEK JARINGAN DI JERMAN.
6. Rata-rata omzet Apotek di Jerman adalah sekitar € 2 juta/tahun (sekitar Rp. 30 Milyard) atau sekitar Rp. 2,5 M/bulan.
Dengan gross margin (sudah dipatok secara nasional) sebesar 15,5% dari harga netto apotek. Setelah dipotong biaya operasional apotek (termasuk menggaji apoteker yg aduahai tadi), nett profit setiap apotek kira-kira sebesar € 129 rb/tahun (sekitar Rp. 2 M) atau sekitar Rp. 160 juta diluar gaji (apoteker sendiri sebesar Rp. 60 – 75 juta/bulan). Sehingga setiap apoteker yg memiliki apotek bisa bawa pulang uang sekitar Rp. 220 juta/bulan.
7. Itu kalo Apotek milik sendiri. Lha kalo apotek punya orang lain?
Nah ini menariknya. Di Jerman ada Asosiasi Profesi Apoteker (yaa semacam IAI gitu-lah), namanya A Bundesvereinigung Deutcher Apothekerverbande (ABDA). Selain itu ada pula Asosiasi karyawan/pegawai Farmasi (termasuk di sini adalah Apoteker, AA dan pegawai administrasi), namanya A Die Apothekengewerkschaft (ADEXA).
Kedua Asosiasi inilah “wadah” community pharmacist dan pegawai apotek lainnya. Organisasi mereka sangat kuat sehingga memiliki “bargaining position” yang sangat kuat. Besaran gaji Apoteker, AA maupun pegawai administration lainnya ditentukan oleh Asosiasi ini. Jumlah gaji, tentu saja disesuaikan dgn tingkat pengalaman dan senioritas para pegawai tersebut.
8. Seluruh biaya kesehatan, TERMASUK obat-obatan DICOVER oleh Asuransi.
SETIAP penduduk Jerman (baik WN Jerman maupun pendatang) WAJIB punya Asuransi Kesehatan. Jadi yang bayar obatnya (obat resep) adalah pihak Asuransi, sehingga harga obat pun dikontrol sangat ketat. Sekali lagi persaingan BUKAN pada harga, tapi lebih pada sektor PELAYANAN sehingga masyarakat benar-benar memperoleh jaminan mutu thd obat yg digunakan.
[Baca juga: 9 Negara dengan Gaji Apoteker Tertinggi, Bagaimana dengan Indonesia]