Redaksi bidhuan.id menerima komentar dari [email protected] yang mengaku berasal dari salah satu Apoteker “Grassroots” yang memberikan 10 tuntutan bagi pihak-pihak dan pimpinan yang berhubungan dengan profesi Apoteker.
Ini 10 Tuntutan Yang Mengaku dari Apoteker “Grassroots”. Dari defini kamus, grassroots berarti orang biasa atau orang yang biasanya berada di daerah pedesaan. Grassroots disini kemungkinan merepresentatifkan Apoteker yang tidak memiliki daya yang hanya menerima dan melaksanakan keputusan dari pihak-pihak yang berkuasa saat ini dengan penghasilan yang pas-pasan. Berikut adalah 10 tuntutannya :
Kami juga ingin mengajukan tuntutan walaupun saya apoteker “grass root”.
1) Apabila memang harus ada uji kompetensi, kami menuntut hapuskan sistem SKP, lakukan uji kompetensi online dan e-learning atau dengan cara mengumpulkan tulisan/ makalah misalnya 2x setahun.
2) Kembalikan legalitas praktek apoteker berdasarkan ijazah, bukan berdasarkan sistem yang dibuat-buat, sertifikat/ ijazah dari lembaga pendidikan resmi harus lebih tinggi kastanya daripada sertifikat yang dikeluarkan organisasi profesi. Orang tua kami dulu sampai susah hidup anaknya sekolah farmasi, sekarang kami mau berbakti sama orang tua aja kewalahan karena dipersulit oleh organisasi profesi sendiri. Di profesi lain misalnya guru dan dosen, sertifikasi berkonsekuensi dengan peningkatan penghasilan, di profesi apoteker justru bikin dompet yang sudah tipis makin terkuras (makin gede bolongnya). Kalau organisasi tetap ngotot, bubarkan aja fakultas atau sekolah tinggi farmasi, sia-sia juga ijazahnya tidak dianggap.
3) Apoteker di “puncak piramida” hanya selalu mengatakan “demi..demi..dan demi..”, oke kami mengerti, tapi kami bertanya apakah kalian juga mengerti arti kata “demi” itu, ataukah kata “demi” itu hanya untuk kepentingan kalian di “ring 1 atau apoteker puncak piramida”.
4) Izin mendirikan fakultas farmasi atau sekolah tinggi farmasi harus lebih diperketat, sehingga kuantitas dan kualitas apoteker jadi berimbang.
5) Pembuatan draft peraturan perundangan harus melibatkan semua unsur dari apoteker pusat dan daerah, agar produk yang dikeluarkan adil dan humanis.
6) Ajukan undang-undang kefarmasian yang tegas, terutama dalam hal melawan praktek dispensing oleh tenaga kesehatan lain. Jangan kaya yang sudah-sudah tajam ke dalam, tumpul ke luar.
7) Hapuskan nama PSA di Surat Izin Apotik, ubah sistem bahwa pengusaha hanya sebagai pemodal, apoteker sebagai PSA sekaligus APA.
8) Apabila diberlakukan nanti diberlakukan aturan ketat bahwa tenaga kesehatan hanya boleh berpraktek di 1 tempat, kami harapkan harus adil, semua apoteker yang bekerja sebagai PNS struktural dan fungsional umum, pegawai BUMD/BUMN, karyawan swasta di luar kesehatan, menteri, ataupun presiden sekalipun, diharapkan tidak diberikan ijin untuk berpraktek swasta sebagai apoteker, dikecualikan apabila yang bersangkutan diperbantukan sebagai guru atau dosen. Yang bersangkutan tetap masuk dalam organsasi profesi.
9) Organisasi profesi harus lebih terbuka, jangan otoriter, dikritik sedikit emosi, beda pandangan lalu dikucilkan.
10) Perhatikan apoteker di daerah juga, buat lah pertimbangan berdasarkan pendapatan/penghasilan, kondisi demografi (misalnya kepadatan penduduk) dan geografis wilayah, tingkat kemahalan, jumlah SDM, dsbnya.
Maaf kami haturkan sebelumnya, mungkin nanti akan kami tambahkan lagi apabila ada yang terasa kurang. “HIDUP UNTUK PROFESI, PROFESI UNTUK HIDUP, JALANILAH KEDUANYA SECARA BERIMBANG”.
Salam dari Apoteker “grass root” yang dangkal ini.”
Dari : [email protected]
Komentar dari dipostingan ini dipindahkan ke Forum Komunitas Apoteker Indonesia, untuk melihat dan memberi komentar segera bergabung di Forum Komunitas Apoteker Indonesia klik disini