Baru-baru ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengklarifikasi bahwa tidak mengeluarkan Fatwa Haram Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tetapi BPJS tidak sesuai dengan syariah Islam. Sehari kemudian Dewan Syariah Nasional (DSN) melaui CNNIndonesia mengusulkan dan mendesak agar BPJS Kesehatan selaku penyelenggara JKSN membuat produk lain asuransi kesehatan yang berbasis syariah.
Komentar Netizen Ketika Dewan Syariah Nasional (DSN) Mengincar BPJS Syariah dengan jumlah pesertanya minimal mencapai 7 juta orang. Komentar disini hanyalah opini Netizen yang tentunya merupakan komentar pribadi dan bidhuaners bisa menambahkan.
Tidak lama setelah MUI mengklarifikasi tidak benar adanya Fatwa Haram BPJS seperti di lansir CNNIndonesia
Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian DSN MUI Jaih Mubarok mengungkapkan putusan mengharamkan BPJS sama halnya dengan saat MUI mengatakan bank konvensional tidak sesuai dengan syariah.
“Kan sama sebetulnya kita juga mengharamkan bank konvensional tapi bukan berarti harus menghentikannya,” kata Jaih saat berbincang dengan CNN Indonesia, Rabu (29/7).
Menurutnya, keputusan untuk tidak menghentikan keberadaan dan atau program di bank konvensional adalah karena keberadaan mereka masih dibutuhkan oleh masyarakat.
Di berita pada hari yang sama, DSN memang berniat untuk membuat produk baru dari BPJS
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (JKSN) tidak sesuai dengan kaidah syariah. Solusinya, Dewan Syariah Nasional (DSN), lembaga di bawah naungan MUI, mendesak Badan Pelaksana Jaminan sosial (BPJS) Kesehatan selaku penyelenggara JKSN membuat produk lain asuransi kesehatan yang berbasis syariah.
Adiwarman Karim, Wakil Ketua Harian DSN menjelaskan berdasarkan rapat pleno MUI disimpulkan bahwa BPJS dalam melaksanakan JKSN belum mempertimbangkan aspek-aspek syariah. Untuk itu, DSN menawarkan konsep baru JKSN yang mengacu pada prinsip-prinsip syariah.
“Besok kami akan ketemu BPJS untuk membahas langkah-langkah yang akan diambil. Nantinya kami mau ada dua produk BPJS, yang biasa (konvensional) dan yang syariah,” jelasnya kepad CNN Indonesia, Rabu (29/7).
Menurut Adiwarman, ada dua pandangan yang berkembang di masyarakat soal JKSN, di mana sebagian besar keberatan dengan sistem yang berlaku sekarang. Selain karena sifatnya yang “memaksa”, pengelolaan iuran nasabah dan peruntukan dana JKSN selama ini dinilai tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.
“Jalan keluarnya adalah dengan membuat produk baru yang berdasarkan syariah, dari pada banyak yang tidak bisa ikut sama sekali,” tuturnya.
Untuk itu, jelasnya, tidak perlu mengubah regulasi yang menangui pelaksanaan JKSN maupun pembentukan dari BPJS Kesehatan. “Karena cuma buat produk baru, cukup dengan membuat aturan internal (BPJS) saja,” tuturnya.
Dengan berbekal statistik yang dimiliki DSN, minimal 7 juta orang yang berada di kategori kelompok peserta ‘apatis’ akan bergabung di BPJS Syariah.
Dewan Syariah Nasional (DSN) mendesak Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuat produk asuransi berbasis syariah guna mengakomodir kepentingan umat muslim. Berdasarkan riset DSN, potensi pasar asuransi syariah di Indonesia cukup besar, di mana jumlah pesertanya minimal mencapai 7 juta orang.
Adiwarman Karim, Wakil Ketua DSN mengatakan pihaknya telah melakukan pemetaan terhadap jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (JKSN).
Terdapat empat kategori peserta berdasarkan hasil riset DSN. Kategori pertama adalah kelompok peserta ‘apatis’, di mana peserta yang masuk dalam daftar ini rata-rata tidak peduli dengan prinsip-prinsip maupun kualitas fitur asuransi yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan.
“Jumlah peserta yang apatis ini sekitar 15 juta orang,” tuturnya kepada CNN Indonesia, Rabu (29/7).
Kriteria peserta yang kedua adalah ‘konformis’. Kelompok ini sangat-sangat mementingkan akad dan label syariah dalam pelaksanaan JKSN. “Jumlahnya itu sekitar 7 juta orang,” katanya.
Kelompok ketiga adalah ‘rasionalis’. Kelompok ini relatif tidak terlalu peduli dengan besar iuran yang diwajibkan PBJS Kesehatan, tetapi yang penting bagi mereka adalah fitur dan pelayanan yang terbaik.
Terakhir adalah kelompok ‘universalis’, di mana peserta-pesertanya tidak terlalu mempermasalahkan akad yang mendasari JKSN. Namun, yang merka utamakan adalah transparansi, nilai-nilai kejujuran dan etika pengelolaan iurannya.
“Untuk rasionalis dan universalis itu jumlahnya paling besar, yakni di luar dari yang pertama dan kedua itu,” tuturnya.
BPJS Kesehatan dalam situs resminya merilis perkembangan jumlah peserta JKSN. Sampai dengan hari ini, Rabu (29/7), jumlah peserta JKSN lebih dari 148,5 juta jiwa.
“Potensi dana kelolaannya tinggal dikalikan saja kalu rata-rata menyetor iuran 200 ribu sampai 300 ribu per bulan,” kata Adiwarman.
Berikut adalah beberapa opini dari Netizen seperti dibawah ini
@tikabanget
Oh ternyata ada udang di balik batu.. Ada bisnis kesyariahan yg udah disiapkan.. Hihihi.. nah. Kl baca berita itu, aku nangkep alur gini. Ada bisnis kesehatan pgn masuk – BPJS dibilang haram dulu – masukin si bisnis
@TolakBigotRI
Bisa saja ya kan MUI mengatakan BPJS Haram sebagai objek proyek baru.. Semoga dugaan ini salah.. Jika benar dugaan ini naudzubillah..
@TyraIndira
It’s all about the money~ 💔
@dodolankabeh
pada akhirnya ya bisnis. It’s all about the money…
Apakah bidhuaners setuju? mari kita berdiskusi disini