Tawan Tangan Robot “Iron Man” Akhirnya Bantah Ciptaannya HOAX. Setelah pro dan kontra dari Netizen muncul tentang Tawan alias Wayan Sumardana berkaitan dengan blow up media mengenai hasil ciptaannya yang bisa menggerakan tangannya yang lumpuh, akhirnya seorang wartawan BBC, Christine Franciska bertemu dan mencoba alat yang diciptakannya. [Baca : Netizen Pastikan Tangan Robot “Iron Man” dari Bali Adalah HOAX]
Namun kali ini media sedikit berbeda dari pemberitaan di awal, saat ini temuannya lebih dibuat layaknya temuan biasa dan tidak disanding-sandingkan dengan teknologi canggih saat ini dan juga layaknya film di bioskop seperti Iron Man dan Cyborg.
Termasuk klarifikasi dari Wayan yang membuat muncul pertanyaan baru dimana menurutnya tidak menggunakan teknologi electroencephalogram (EEG) yang sebelumnya di klaim. Signal yang muncul dari otak semacam alat tes kebohongan yang sederhana.
Uniknya alat ini hanya bisa bergerak khusus oleh dirinya, Christine pun mencobanya dan tetap tidak bisa menggunakannya.
Dikutip dari BBCIndonesia, Butuh perjalanan sekitar dua jam dari Denpasar ke Desa Nyuhtebel, Karangasem, untuk bertemu dengan pria yang dijuluki sebagai ‘cyborg’ atau ‘Iron Man dari Bali’.
Julukan-julukan itu, yang awalnya muncul dalam pemberitaan media online, memang terkesan berlebihan karena Wayan Sumardana tidak sepenuhnya menggunakan kendali robot.
Namun tentu saja rakitan barang rongsokan di lengan kirinya yang lumpuh – terdiri dari jalinan kabel berwarna-warni, roda bergerigi, besi, dan pompa hidrolik – tetap menjadi magnet yang menyedot perhatian tak hanya warga lokal, tapi nasional.
Pada Jumat (22/01) pagi, setiba saya di sana, bengkel las Wayan Sumardana ramai dipadati wartawan, warga sekitar, hingga pegawai-pegawai pemerintah yang mempersiapkan kedatangan Gubernur Bali.
Tukang las yang dipanggil Tawan ini tiba-tiba saja populer setelah sebuah surat kabar lokal menempatkan kisahnya di halaman utama. Tamu tak berhenti datang ke bengkel lasnya selama sepekan terakhir.
Kausnya yang berwarna biru, tampak tak berganti dari hari ke hari.
Tangan hilang
Bengkel yang juga dipakai sebagai tempat tinggal itu berukuran sekitar 200 meter persegi.
Isinya penuh dengan barang rongsokan: besi-besi tua yang berkarat, kulkas bekas, gunungan botol kemasan bekas, dan juga, beberapa ekor ayam – menyatu dengan kardus alas tidur dan sofa bekas.
Riuh di Desa Nyutebel ini bermula enam tahun lalu, cerita istri Tawan, Nengah Sudiartini kepada saya.
Setelah bangun dari tidur, suaminya panik karena tidak tak bisa merasakan tangan kirinya.
“Dia minta tolong, ‘tolong cari tangan saya!’. Saya cari tangannya, memang benar tidak ada, saya cari ke kolong ranjang tidak ada. Setelah satu jam, anak saya lihat lagi dan bilang masih ada kok tangannya. (Saya) lihat: iya memang ternyata masih, tadi dilihat enggak ada.”
Ini terdengar sebagai cerita yang diselimuti mistis. Tak banyak yang mungkin percaya, terutama di kota-kota modern. Tapi bukankah Bali dan banyak di daerah di Indonesia akrab dengan perbincangan ini?
Tawan, lanjut Nengah, pergi beberapa ke dokter, dan juga dukun, tapi tak menemukan jawaban pasti tentang penyebab penyakit. Putus asa, tanpa uang, dan tak bisa bekerja, Tawan kemudian mulai merakit ‘lengan robot’.
Kepada saya dan sejumlah wartawan lain yang datang pagi itu, Tawan memperagakan cara kerjanya. Tangan kiri Tawan yang awalnya terlihat lunglai, tiba-tiba bergerak diikuti dengan suara desingan.
Dia telah menunjukan ‘lengan bionik’ ini beberapa kali, paling tidak sepekan terakhir ketika banyak orang datang.
Tak ada yang berhasil menggerakkan
Beberapa orang mencoba menggunakan lingkaran kepala yang disebut sebagai pemicu gerak – termasuk saya – tetapi tak ada yang berhasil menggerakannya.
Tawan mengakui bahwa sistemnya mungkin tidak secanggihelectroencephalogram (EEG) yang sebelumnya dia klaim. Tapi bukan berarti alatnya adalah sebuah tipuan.
“Prinsipnya seperti alat detektor kebohongan,” lantas Tawan menjelaskan. “Jadi saya ngarang-ngarang di kepala. Sehigga sinyal itu tertangkap alat. Itu saya manfaatkan dengan memberikan daya.”
Endra Pitowarno, dosen Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, dan juga anggota dewan juri kontes robot nasional berpendapat bahwa Tawan setidaknya menggunakan ilmu pneumatics.
“Semacam alat untuk menggerakkan, seperti yang dipakai di beberapa kap mobil. Untuk menggerakkan bisa dialiri tekanan angin untuk menggerakkan panjang pendek. Kalau dilihat dari fotonya, lengan atas ke lengan bawah itu dia gunakan tekanan udara atau kompresi dan pneumatic bisa digunakan untuk gerakan jari,” kata Endra yang mengamati foto-foto lengan robot Tawan di internet.
Namun Endra meragukan Tawan dapat menggunakan sistem EEG yang ia sebutkan menyangkut pengetahuan bidang kedokteran yang canggih.
Ketika ditanya terkait orang-orang yang menuduhnya berbohong, Tawan mengatakan tak mempermasalahkan. “Bagi yang tidak percaya kalau begini silahkan datang kemari. Nanti saya tunjukin cara kerjanya begini, begini. Sebenarnya sangat sederhana sekali, tidak begitu canggih.”
Pada akhirnya, bagi Tawan, seorang tukang las di sebuah desa di Karangasem, hidup akan kembali normal setelah keriuhan ini.
Dia mengatakan ingin terus bekerja dan menyekolahkan anaknya agar masa depan lebih terjamin.
Tawan mengaku tak ingin menjadi terkenal, namun “mudah-mudahan (kisah saya bisa) menjadi motivasi untuk orang lain. Yang mengalami lumpuh, kayak saya, dan enggak bisa jalan. Biar dia tetap semangat menjalani hidup Hidup itu sulit, kalau mati gampang,” katanya.