Sebagai mahasiswa rantau, hanya melalui tulisan sederhana inilah yang mungkin bisa membantu sedikit memecahkan permasalahan bangsa untuk pemerintahan Jokowi-JK saat ini. Berdasarkan situs www.tobaccoatlas.org, Indonesia termasuk 5 besar negara dengan konsumsi rokok tertinggi di Dunia. Tepatnya ke-4 setelah Jepang. Untuk itu, di pengalaman kali ini cerita mengenai suksesnya pemerintahan Jepang dalam menurunkan angka konsumsi rokok.
1. Fakta konsumsi rokok di negara maju
Lebih dari 1.1 miliar orang sebagai perokok di dunia ini. Akan tetapi di negara maju dari tahun ke tahun tingkat konsumsi menurun, sayangnya di negara berkembang seperti Indonesia terus meningkat sekitar 3.4% pertahun (Ref. Wikipedia).
Pertanyaan saya: apakah Indonesia akan terus menjadi negara berkembang dan di jajah oleh rokok? jadi teringat celoteh cak Lontong, MIKIR!
2. Bagaimana sejarah dan regulasi anti rokok di Jepang
Terjadi 2 kali kenaikan harga cukai rokok yaitu pada tahun 2004 dan 2009, Saat ini (2014) harga rokok diatas 400. Untuk rokok Marlboro contohnya 460¥ atau sekitar Rp. 50.000. Jadi siap-siaplah rogoh kocek yang dalam apabila anda menjadi perokok di Jepang.
Larangan merokok bukan hanya isapan jempol. Sebagai contoh, merokok sambil berjalan didenda 5000¥ atau sekitar 500ribu. Budaya malu salah satu pendukung utama sukses dalam penerapan aturan. Mereka sangat disiplin dan jarang melanggar.
Regulasi lainnya yang patut dicoba adalah penerapan Surat Izin Merokok untuk dewasa, dikenal kartu “Taspo”, dengan tujuan anak di bawah umur 20 tahun tidak boleh merokok. Mesin penjual rokok atau toko tidak akan menjual rokoknya kepada yang tidak memiliki kartu ini.
Bukan hanya itu, seperti halnya SIM mobil yang bila kena denda akan ada history di kartunya, kartu ini juga bisa menyimpan history presentase pengguanan rokok per bulan dalam hitungan grafik.
Seperti tercantum di gambar, rokok di Jepang dibuatkan semacam klasifikasi dari 10 s/d 1 berdasarkan kadar nikotinnya. Jadi bukannya memajang gambar seram saja seperti di Indonesia, faktor jumlah nikotin juga tercantum di kemasannya.
Pertanyaan : Apakah Indonesia serius untuk memerangi rokok?
3. Mengapa Pemerintah Indonesia tidak berani menaikan cukai Rokok
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bakal menaikan tarif cukai rokok di tahun 2015 sebesar 10% (Detik.com). Baru rencana saja dan hanya 10% alasan faktor ekonomi yang mencuat seperti yang dikeluhkan pelaku usaha khususnya sigaret kretek tangan (SKT), PHK akan bermunculan begitu alasannya. Tahukah anda, Hingga Oktober 2009, total penerimaan cukai mencapai Rp 46,201 triliun atau 84,7 persen dari target Rp 54,54 triliun dalam anggaran negara 2009. sedangkan penerimaan bea masuk Rp 14,696 triliun, bea keluar baru Rp 523 miliar atau 37,37 persen dari target Rp 1,39 triliun (Tempo.co). Dengan menaikan cukai rokok memang pendapatan akan tetap stabil dikarenakan jumlah perokok akan menurun, tapi hal ini akan baik bagi kesehatan dan masa depan bangsa.
Pertanyaan : Pemerintahan JOKOWI-JK dikenal merakyat, berapa persen sih rakyat yang bekerja di Industri rokok?
4. Bagaima aturan di Undang-Undang pajak cukai kita?
Berdasarkan Undang-undang No. 39 tahun 2007 tentang Cukai, batas maksimum cukai rokok yang diperbolehkan yaitu 57% dari harga jual eceran rokok. Sedangkan di tingkat global, standar cukai rokok adalah 65% (www.depkes.go.id). Masih jauh dari yang dipersyaratkan Undang-Undang kita yang rencananya hanya 10%. Bukan hanya kenaikan harga yang harus dipikirkan, regulasi pendukungnya harus dibuat. Ide dari pemerintah Jepang bisa dijadikan acuan untuk memerangi rokok di negaranya.
Pertanyaan : Menegaskan pernyataan sebelumnya, APAKAH ANDA BERANI?
4. Mafia di rokok
Di bahasan terakhir ini, inilah sebenarnya yang menurut saya menjadi pokok pangkal permasalahan. Kasus RUU tembakau sebelumnya bisa diindikasikan adanya mafia di rokok. Mungkin teman-teman pembaca setia bisa berpendapat juga disini, saatnya teman-teman mengeluarkan unek-uneknya dalam bentuk pertanyaan seperti di atas :)