Setelah Dipastikan HOAX, Tangan Robot “Iron Man” Bali Menghilang

0
4781
tangan robot
FB : Rizki Edmi Edison

Setelah Dipastikan HOAX, Tangan Robot “Iron Man” Bali Menghilang. Pasca para ahli dari berbagai bidang menghampirinya dan menyimpulkan bahwa tangan robot ciptaan Wayan Sumardhana alias Tawan adalah HOAX. Saat ini, Tawan tidak bisa ditemukan ditempat bengkelnya kembali.

Seperti dikutip viva.co.id, I Wayan Sumardana tak terlihat di bengkel tempat biasa ia mengais rezeki. Bahkan, bengkel las yang juga tempat tinggalnya itu tampak terkunci. Bengkel milik Tawan yang terletak di Jalan I Gusti Ngurah Tenganan, Desa Nyuh Tebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem itu digembok. Ke mana sang Iron Man?

Begitu akan meninggalkan bengkel Tawan, tiba-tiba istri Tawan, Ni Nengah Sudiartini melintas. Namun, kini ia nampak sedikit tertutup. Sudiartini mengaku suaminya kini tengah melakukan pengobatan medis di sebuah rumah sakit.

“Dia sedang berobat ke rumah sakit,” kata Sudiartini, Kamis 28 Januari 2016.

Menurutnya, pengobatan yang dilakukan suaminya lantaran ada yang bilang kepadanya, jika tak segera diobati, maka tangan kiri Tawan akan diamputasi.

“Ada yang bilang kemarin itu, kalau tangannya tidak diobati bisa putus tangannya. Suami saya stres dengarnya,” cerita Sudiartini.

Ia meminta agar suaminya tak lagi diekspose melalui pemberitaan. Ia tak ingin ada masalah baru yang menimpa suaminya atas hasil karyanya itu.

“Tolong jangan diberitakan lagi, biar tidak ada masalah ke depannya,” ujarnya.

Tawan tengah fokus menyembuhkan tangannya yang divonis mengalami stroke ringan di sebuah rumah sakit. “Suami saya sekarang lagi fokus berobat ke dokter. Doakan saja biar tangannya segera bisa normal dan bisa bekerja lagi,” pinta Sudiartini.

Hal ini terjadi setelah seorang ahli sistem saraf, Director Neuroscience Center pada Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, dr Rizki Edmi Edison PhD datang menghampiri dan meneliti apa yang dilihat. Hasil penelusurannya kemudian langsung dipublikasikannya dalam sebuah status di facebook pribadinya.

tangan robot
FB : Rizki Edmi Edison

Akhirnya saya memutuskan untuk melihat langsung seperti apa “tangan robot” Tawan “Iron Man” pada hari ini di Bali, tepatnya di Banjar Tauman. Banyaknya informasi tentangnya membuat saya tidak terlalu sulit menemukan bengkel tempat ia membuat “Tangan Robot” tersebut. Sayang sekali, setelah melihat langsung “elektroda” yang ditempatkan di kepala dan “tangan robot”, saya bisa pastikan keseluruhannya hanyalah hoax semata..

Sekilas saat pertama sekali melihat sosoknya di 9gag.com, jujur saja saya langsung terpukau. Maklum, selama beberapa tahun menjalani pendidikan bedah saraf di Jepang, Brain Machine Interface merupakan salah satu topik yang digarap di sana. Jelas bukan perkara mudah. Namun, Tawan bisa membuatnya di bengkel sederhana miliknya meski hanya mengeyam pendidikan hingga STM.

Akan tetapi, keterpukauan saya semakin berkurang seiring banyaknya pemberitaan dan foto-fotonya saat menggunakan “tangan robot” tersebut. Saya bukanlah ahli di bidang elektronika ataupun mekanika, namun cukup paham dengan instrumen pencitraan otak. Oleh sebab itu, fokus saya hanyalah pada otak beserta “elektroda” di kepalanya. Setelah saya amati dengan seksama, terdapat keanehan pada peletakan “elektroda” di kepala Tawan, yang menurutnya menghantarkan perintah dari otak ke “mesin”, sehingga “tangan robot”nya bisa digerakkan.

Otak di dalam kepala manusia memiliki beberapa bagian yang berfungsi secara spesifik. Bagian otak yang bertugas “memberi perintah” agar tubuh bergerak berasal dari lobus frontalis (otak bagian depan), tepatnya di daerah precentral gyrus. Secara kasar, jika teman-teman membuat garis lurus dari lubang telinga ke puncak kepala, sepanjang itulah letak bagian otak yang bertugas “memberi perintah”.

Kebetulan salah satu riset saya di Jepang adalah melihat perubahan kadar OxyHb menggunakan fNIRS (functional near-infrared spectroscopy) pada saat responden di beri perintah untuk membuat gerakan menggenggam dengan tangan secara periodik. Optoda fNIRS kami letakkan di daerah yang dari kulit kepala diperkirakan akan mengenai inverted omega (area pada Brain MRI yang berdasarkan homoculus cerebri merupakan tempat di mana tangaan akan membuat gerakan menggenggam).

Bagi para dokter bedah saraf, jika melakukan motor evoked potential pada saat pengangkatan tumor otak, elektroda pun akan diletakkan langsung di cerebral cortex, tepatnya di daerah inverted omega tersebut. Seharunya elektroda diletakkan di tempat tersebut. Kalaulah hendak dikatakan “tangan robot” digerakkan dengan pikiran, maka elektroda harus diletakkan persis sekitar dua cm di atas alis, bukan mendekati dahi sebagaimana yang selama ini digunakan oleh Tawan. Dari satu penjelasan ini saja, secara teori dan praktik, apa yang terjadi pada “tangan robot” Tawan sangatlah tidak masuk akal.

Di berbagai macam media disebutkan bahwa Tawan mengidap stroke sejak enam bulan lalu? Benarkah? Umur Tawan barulah 31 tahun. Boleh dikata hampir tidak pernah saya temui seorang dewasa muda yang masih berumur 30-an tahun mengidap penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Karena penasaran, saya tanya langsung kepada istrinya (saya sekali Tawan tidak berada di tempat pada saat saya berada di sana tadi pagi) tentang siapa yang memberi tahu bahwa Tawan mengidap stroke.

Jawabannya amat sangat sungguh mengejutkan. Tidak satupun dokter yang pernah berkata bahwa Tawan mengidap stroke. Para dokter yang memeriksanya – menurut pengakuan sang istri – malah berkata tawan tidak mengidap menyakit apapun. “Diagnosis” stroke hanyalah diungkapkan oleh Tawan dan istrinya sendiri karena mereka tidak tahu apa nama penyakitnya. “Ya kalau bukan stroke apa donk kalau tangan lemas begitu..?” kata sang istri dengan polos. Jujur, saya seketika tidak lagi berminat untuk bertanya lebih jauh.

Saat saya mencoba mengangkat “tangan robot” tersebut, memang cukup terasa berat alatnya. Wajar jika di salah satu media massa Tawan berkata terasa letih setelah memakainya. Semakin aneh, bagaimana mungkin orang yang “mengidap” lemah sebelah tangan mampun menahan beban berat “tangan robot” tersebut.

Secara pribadi, saya harus akui “kreativitas” Tawan patutlah diapresiasi. Keinginannya untuk membuat karya berbekal ilmu dan belajar otodidak jelas membuat saya angkat topi pada Tawan. Bombastisnya pemberitaan Tawan “Iron Man” juga sama sekali bukanlah salah Tawan. Toh, bukan dia yang meminta atau mengatur agar media mau meliput dirinya. Yang sangat saya sesalkan adalah, mengapa media massa, sekalipun sangat besar medianya, tidak melakukan investigasi terlebih dahulu dengan melibatkan para ahli yang sesuai dengan bidangnya sebelum memberitakan secara besar-besaran seperti saat ini? Bahkan sampai orang dengan jabatan menteri pun bisa “terpukau”.

Kita memang membutuhkan berita-berita yang membanggakan. Namun, sepertinya bukan dengan seperti ini cara yang ditempuh..

Sebetulnya Tawan hanyalah orang biasa dari pedalaman Bali yang hidup sederhana dan memiliki imajinasi serta ide yang patut diapresiasi. Namun, media mainstream yang terlampau mengekposnya untuk kepentingan tertentu membuatnya kini serba salah. Itulah Indonesia!

BACA JUGA