Sedih! Surat Terbuka Pengguna ECCT Penderita Kanker Untuk Ibu Menkes

0
2480
ecct kanker

Sedih! Surat Terbuka Pengguna ECCT Penderita Kanker Untuk Ibu Menkes. Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan hasil evaluasi atas penelitian ilmuwan Warsito Purwo Taruno.

Seperti dikutip dari Republika, Alat temuan PT Edwar Technology Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) dan Electro Capacitive Cancer Treatment (ECCT) mendapatkan hasil peninjauan yang telah dilakukan semenjak 2 Desember 2015.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Kabalitbangkes) Tri Tarayati mengatakan, terdapat lima hasil evaluasi yang telah dilakukan sejumlah ahli dalam bidang kesehatan terhadap temuan PT Edwar Technology.

“Alat terapi kanker ECCT belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya,” kata wanita yang biasa disapa Tari ini saat memberikan keterangan pers tentang Hasil Evaluasi Penelitian Warsito di kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu (3/2).

Menurut Tari, penelitian ECCT akan dilanjutkan sesuai dengan kaidah pengembangan alat kesehatan sesuai standar. Alat tersebut juga akan dikembangkan melalui pipeline pengembangan alat ECCT per jenis kanker.

ECCT juga perlu diuji mulai dari praklinik hingga klinik sesuai dengan kaidah yang berlaku. Upaya ini nantinya difasilitasi dan dikawal oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti.

Untuk mengawal penelitian ECCT dan ECVT ini, Kemenkes juga telah membentuk tim konsorsium. Tim ini sudah mulai bekerja dan mengawal sejak awal Januari 2016. Pengawalan ini dilakukan dengan membuat protokol penelitian uji praklinik dengan harapan bisa mendorong percepatan penyelesaian tahapan penelitian.

Penelitian praklinik tersebut, kata Tari, akan dilaksanakan oleh tim konsorsium yang terdiri atas pihak Kemenristekdikti dan Kemenkes. Jika hasilnya baik, tambah dia, bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni uji klinik. Uji klinik ini direncanakan akan dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) atau rumah sakit pendidikan yang ditunjuk.

Berkenaan dengan nasib pasien lama, Tari menerangkan, mereka diarahkan untuk mendapatkan pelayanan standar di delapan RS pemerintah yang ditunjuk. Kedelapan RS tersebut adalah RS Hasan Sadikin, RS Soetomo, RS Dharmais, RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), RS Persahabatan. “Dan, RS lainnya yang bersedia,” kata Tari.

Tari juga menerangkan ihwal hak otonomi pasien yang tetap menghendaki penggunaan alat ECCT. Pasien diperbolehkan menggunakannya, tapi dengan tetap melakukan pelayanan kesehatan yang dijalani.

Seorang penderita kanker dan pengguna ECCT, Sinta Rini membuat surat terbuka yang ditujukan khusus untuk Menkes, Nila F. Moeloek terkait hasil review tim terutama poin kelima yakni pasien ECCT agar ditangani di RS Pemerintah.

penderita kanker
facebook : Sinta Rini

Yth. Ibu Menteri Kesehatan,

Membaca hasil review ECCT yang diumumkan di konferensi pers kemarin, rasanya ingin sekali saya tidak percaya. Rasanya ingin sekali saya salah lihat.

Di poin no 5, jelas bahwa ternyata Ibu memilih untuk memaksa kami semua, atas nama uji klinis yang luar biasa diagung-agungkan dan tidak bisa diganggu gugat itu, untuk menyembuhkan kanker kami dengan cara yang Ibu pilihkan. Bukan dengan cara yang kami yakini, dan atas pertimbangan kami masing-masing. Bu, tidak semua orang mau operasi dan/atau kemo dan/atau radiasi. Tidak semua orang mampu lahir dan batinnya. Tidak semua orang yakin. Tidak semua orang kondisinya memungkinkan. Dan yang pasti Ibu juga tahu, tidak semua orang tubuhnya merespon dengan baik pada terapi konvensional. Kami selama ini memilih terapi -baik medis maupun non medis- yang kami yakini baik untuk tubuh kami, dengan berbagai pemikiran, pertimbangan pribadi dan risiko yang tentu saja kami tanggung sendiri. Kami bukan orang bodoh, Bu. Sekarang Ibu memaksa memilihkan terapi untuk kami semua, ribuan pengguna ECCT, risikonya siapa yang menanggung Bu?

Silakan lakukan penelitian sesuai prosedur, karena kami juga yakin usai uji klinis nanti insyaAllah ECCT akan menjadi solusi besar di masa yang akan datang. Hanya saja, kenapa kami, (yang memiliki sel kanker saat ini dan bukan nanti setelah uji klinis selesai bertahun-tahun kemudian) disuruh menunggu sampai prosedur penelitian selesai dan tidak boleh mengakses ECCT saat ini? Kenapa sih ECCT begitu ‘mengusik’ sementara pengobatan alternatif lainnya tidak? Begitu sulitnya kah pemerintah memperlakukan ECCT seperti hal nya terapi non medis lainnya yang bebas diakses di luar sana? Samakan saja dengan perlakuan pada terapi herbal, terapi tradisional, terapi energi, terapi apapun namanya yang menyatakan bisa membantu menyembuhkan kanker dan bisa tetap leluasa melayani penyandang kanker. Kami sangat yakin Pak Warsito tidak keberatan.

Tahukah Ibu, berapa banyak pengguna ECCT yang saat ini stres berat dan harus terapi psikis karena apa yang selama ini mereka ikhtiarkan tiba-tiba terancam diputus begitu saja? Tahukah Ibu ada ratusan orang yang merasa putus harapan saat ini karena tidak bisa menggunakan ECCT? Tahukah Ibu betapa bingungnya kami saat ini bagaimana cara memberitahukan pada teman-teman lainnya bahwa keputusan akhir pemerintah adalah kalaupun pakai ECCT mereka tetap harus melakukan terapi standar di rumah sakit? Lalu kami harus bilang apa pula pada mereka yang dinyatakan oleh dokter tidak bisa menjalani terapi medis karena posisi tumor/kanker atau kondisi fisik terlalu lemah atau sudah tidak ada harapan hidup?

Kalau dikatakan bahwa keputusan Ibu adalah untuk melindungi pasien…Bu, kami ini juga pasien. Tapi kenapa keputusan pemerintah ini membuat kami tidak merasa dilindungi dan justru kami merasa terintimidasi?

Bu, silakan coba tanyakan pada masyarakat, kenapa kanker adalah penyakit yg sangat ditakuti. Inti dari semua jawabannya adalah karena belum ada pengobatan yang keberhasilannya begitu baik sehingga mampu membuat penyakit ini tidak lagi terlihat menakutkan. Termasuk pengobatan medis yang sekarang Ibu paksa untuk kami jalani. Mohon dapat diterima dulu fakta ini, Bu. Karena kami sudah menerimanya sejak pertama terdiagnosa dulu. Dan karena itulah apapun ikhtiar yang kami yakini, baik yang akhirnya memilih medis atau non medis, kami lakukan karena ingin sembuh.

Ada yg bertanya, mengobati kanker kok ‘coba-coba’ (pake ECCT) sih? Ijinkan saya balik bertanya, ketika terapi medis hasilnya masih jauh dari melegakan, bukankah bagi kami itu juga ‘coba-coba’? Bagi kami risikonya sama saja. Kami tahu betul bahwa terapi apapun yang kami ambil, toh hasilnya tetap kami yang tanggung jawab.

Saya sebenarnya berharap ada sedikit saja empati. Saya masih berharap naluri dan rasa kemanusiaan bisa mengalahkan…ah, entah apa ini namanya. Tapi ternyata sulit ya, Bu?

Hari ini, 4 Februari, adalah Hari Kanker Sedunia, Bu. Bisakah Ibu bantu kami untuk menyampaikan sendiri hari ini, keputusan hasil review Kemenkes soal ECCT itu kepada ribuan pengguna serta mereka yang ingin menggunakan ECCT yang dilarang berikhtiar sesuai pilihan mereka?

Karena kami tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya tanpa membuat mereka merasa bingung dan kecewa.

Hormat saya,
Rini, pengguna ECCT

BACA JUGA