Dudi menghela napas panjang. Wajahnya pucat. Keringat membasahi keningnya. Ia seperti terkejut dengan kedatangan kami yang menanyakan status akun Facebook-nya. “Pak saya tidak menyangka status saya berakibat seperti ini. Keluarga besar saya bahkan sekarang sangat khawatir dengan nasib saya,” ujar Dudi gugup. Keringat mulai mengucur dari keningnya. “Saya kelepasan Pak. Sebenarnya itu respon saya atas peristiwa Tolikara, kok Presiden Jokowi tidak merespon kejadian Tolikara. Malah menonton bioskop,” sambung Dudi.
“Tapi publik membaca pesan ancaman Anda sangat serius dan publik marah dengan status Anda,” balas saya.
“Benar, Pak, saya sangat menyesal sekali dengan hal ini,” ujar Dudi. Dudi mengaku membuat status dari hanphone-nya pada tanggal 20 Juli sekitar pukul 23.13 WIB. Pada tanggal 21 Juli 2014 Dudi mengaku di-inbox oleh teman-temannya untuk menghapus statusnya. Sayang Dudi tidak bisa log in.
“Terakhir saya lihat ada 35 yang like dan ada 34 komentar. Setelah itu akun saya sepertinya diserang,” ujar Dudi. “Saya terus coba log in berkali-kali, tetapi gagal. Hingga tanggal 23 Juli, saya akhirnya bisa log in dan berhasil menghapus status itu dan menutup akun saya selamanya,” ujar Dudi.
Lalu Dudi menceritakan latar belakang dirinya. Dudi mengaku, saat pilpres dulu dirinya adalah pendukung Jokowi. Saat pilpres 2014, Dudi dan rekan kerjanya Mutiara Sakti Hasibuan di offshore Malaysia mendukung dan mengkampanyekan Jokowi melalui dunia maya.
Dudi kelahiran Banyumas namun besar bersama bude-nya di Yogyakarta, tepatnya di Jalan Sekip. Dudi menyelesaikan diploma Politeknik Mesin UGM akhir tahun 1998 lalu melanjutkan Strata 1 di Fakultas Teknik Mesin UGM dan tamat tahun 2000. Sebagai sesama alumnus UGM Dudi bangga dengan Jokowi yang juga lulusan Gajah Mada. “Itulah sebabnya saya dulu mendukung Jokowi. Kami sama-sama alumnus Gajah Mada,” kata Dudi, kali ini sambil mengusap keringatnya yang bercucuran.
Tahun 2002, selepas tamat dari UGM, Dudi merantau ke Batam dan bekerja di salah satu perusahaan asing di kawasan Industri Muka Kuning Batam. Lalu tahun 2008 bekerja di pabrik pembuatan ulir pipa di Kabil Batam. Kemudian melompat ke perusahaan industri perminyakan di Malaysia sebagai inspektor. Terakhir dia bekerja di perusahaan minyak di Batu Amparam, Bata. “Sekarang saya nonjob, Pak, tapi saya membuka kursus manajemen perminyakan di rumah,” ujarnya.
“Andai saya bisa bertemu dengan Pak Jokowi saya ingin sekali minta maaf dan sungkem, Pak,” pinta Dudi penuh harap.
Saya menangkap rasa penyesalan mendalam dari mimik wajahnya. Kedua bola matanya mulai memerah dan berkaca-kaca. “Apakah Anda punya jaringan dengan garis keras hingga mensponsori ancaman Anda itu?” sergah saya memotong ucapan penyesalannya. Bisa saja, bilang menyesal, adalah cara dia untuk bisa bertemu Jokowi, lalu melaksanakan skenario buruk seperti status ancamannya. Atau, bilang menyesal bisa juga karena kini sudah merasa terancam karena pendukung Jokowi ada di semua lapisan dan di mana saja di bumi ini.
“Demi Allah Pak, saya sangat menyesal dan minta maaf atas kelepasan dan khilaf saya,” kata Dudi mencoba meyakinkan. “Jika diberikan kesempatan saya ingin sungkem kepada beliau,” ujar Dudi pula.
Dudi bercerita, beberapa hari terakhir dirinya banyak menerima ancaman. Keluarga besarnya bahkan gusar dan khawatir atas keselamatannya. “Saya hanya bisa pasrah saja, Pak. Saya serahkan kepada Allah saja,” ujar Dudi lirih dengan matanya yang semakin berkaca-kaca.
Saya melihat lebih dalam lagi kegelisahan dan ketakutan Dudi. Beberapa kali Dudi terus mengulang kata menyampaikan penyesalan dan rasa maafnya. Dudi sadar perbuatannya telah membawa polemik dan perpecahan bangsa. Dudi menyampaikan permohonan maafnya melalui BaraJP dan berharap peristiwa ini menjadi pelajaran sangat berharga baginya. “Sekarang saya menutup semua akun Facebook, Linked dan Instagram, Pak. Saya tidak mau aktif lagi,” ujar Dudi dengan nada sesal.
***
Apa yang terjadi pada Dudi Hermawan menjadi pelajaran buat kita. UU ITE bisa menjerat Dudi sebagai pelaku karena menggunakan media sosial atau media elektronik untuk tujuan jahat. Sayangnya, banyak orang tidak sadar bahwa ocehannya di media sosial bisa berdampak buruk bagi khalayak ramai. Apalagi ocehan itu bernada ancaman kepada orang nomor satu republik yang merupakan simbol negara.
Sebagai relawan Jokowi, tugas dan tanggung jawab yang di amanatkan Presiden Jokowi kepada relawan adalah menjelaskan dan merangkul semua kelompok masyarakat. Menjelaskan kebijakan pemerintah dengan baik. Kami menganggap apa yang dilakukan Dudi Hermawan jika tidak direspon cepat akan menimbulkan polemik dan keresahan. Keresahan yang akan merusak hubungan sesama anak bangsa. Akibatnya bisa memecah belah dan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Energi dan waktu mengatasi persoalan-persoalan bangsa dan negara seperti ekonomi dan pembangunan akan habis terkuras. Energi dan konsentrasi kita akan habis jika negara terpecah belah.
Kasus Tolikara menyadarkan kita bahwa persoalan dasar kita berbangsa dan bernegara yaitu hidup harmoni dan toleransi belum sepenuhnya menjadi nafas keseharian kita. Kita memenjara kebaikan dan sifat penuh kasih sayang Tuhan dengan tirai kebencian dan kemarahan. Kita penjarakan sinar kemuliaan dan keagungan Tuhan dengan suara umpatan dan makian kepada sesama anak bangsa hanya karena berbeda dengan kita. Atas nama Tuhan kita mengoyak dan mencabik cabik keteduhan seruan ayat ayat kasihnya dengan menyerang dan mengusir orang yang sedang menghadap Sang Khalik.
Pancasila sebagai dasar negara yang digali Bung Karno dari kearifan leluhur kita menjadi asing bagi kita. Kita terjebak dengan kesalehan relijiusitas seolah-olah kita adalah juru bicara kehendak Allah. Kita secara sepihak mengklaim sebagai pemilik kebenaran dan menganggap yang lain adalah musuh jahat. Musuh besar Sang pencipta.
Dudi Hermawan, dengan kesadaran baru telah mengingatkan kita bahwa emosi yang tidak terkendali bisa merusak tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Dudi Hermawan sesungguhnya adalah potret sejati kita. Dudi meskipun seorang ahli teknik perminyakan yang telah banyak pengalaman bekerja di luar negeri ternyata bisa terperosok dengan pola pikir yang emosional yang loss control. Dudi kehilangan akal sehat dalam melihat persoalan Tolikara hingga membuat status yang mengancam keselamatan Presiden Jokowi.
Dengan kesadaran dan keikhlasan, Dudi Hermawan dengan suara yang bergetar dan mata berkaca-kaca meminta maaf dan berharap semua bisa kembali normal dan tenang.
Di ujung pertemuan kami, Dudi menyampaikan terimakasih atas kedatangan BaraJP dan menyampaikan salam sungkem dan maaf tulus kepada Presiden Jokowi. Kami berjabat tangan, tidak lupa sang istri mengambil foto pertemuan kami yang penuh kehangatan dan persaudaraan. Pengakuan salah dan permintaan maaf ini semoga bisa memperbaiki kembali jalinan solidaritas kebangsaan kita untuk bersatu membawa bangsa lebih maju dan lebih hebat lagi.
(Birgaldo Sinaga, Baranews.co)
* Penulis juga Ketua DPD Bara JP Kepri
Itulah akhir dari kisah penghina Presiden Jokowi, semoga hal ini tidak terulang kembali. Bagaimana menurut bidhuaners? Apakah berakhir sampai disini? Berikut beberapa ciutan Netizen
@jokosupriyanto
Ah endingnya gak seru :) Coba endingnya nonton bareng presiden kan asik
@yesmie
klo bisa kita maafkan ya kita maafkan aja, anggap khilaf. Mdh2an bisa jd pembelajaran buat kita semua untuk hati2 berucap..
@misk_iskandar
pret lah itu, dah ngancem2 minta maaf, enak banget, mestinya tetep ditangkap buat pelajaran yg lain