Polisi dan Dinkes DKI Akan Tindak Apotek yang Menjual Bebas Obat Penenang

0
3484
narkoba

Polisi dan Dinkes DKI Akan Tindak Apotek yang Menjual Bebas Obat Penenang. Kepolisian Metro Jakarta Selatan menemukan adanya indikasi pemberian obat penenang kepada bayi berusia enam bulan oleh pasangan muda-mudi, ER (17) dan SM (18). Tujuannya agar sang anak menjadi pendiam saat diajak keduanya mengemis dan mengamen di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan, pihak kepolisian sudah mengetahui darimana pasangan tersebut membeli obat penenang. Keduanya membeli obat jenis Riklona (Clonazepam) itu dari sebuah apotek kawasan di Blok M.

“Jadi pelaku ini main beli saja di apotek. Tak pakai surat dokter,” kata Wahyu di Polres Metro Jakarta Selatan, Minggu, 27 Maret 2016 kepada viva.co.id.

Ia juga menuturkan, pihaknya masih mendalami bagaimana cara pelaku bisa mendapatkan obat itu dengan cara mudah tanpa melalui resep dokter.

“Obatnya tak dijual bebas. Makanya bagimana cara dia dapat obatnya yang masih didalami. Kami belum sampai soal legalitas apotek itu. Sekarang masih dalam tahap mengumpulkan dan merehabilitasi korban terlebih dahulu,” tambah Wahyu.

Sementara itu, salah seorang pelaku, SM, mengaku tujuan ia memberikan obat penenang kepada bayi malang tersebut agar tidak rewel dan mengganggu saat ia beraksi sebagai pengemis.

“Saya sengaja kasih dia obat. Kalau tidak nanti bisa rewel dan mengganggu kerja saya,” katanya, dengan memakai penutup wajah dan baju tahanan berwarna oranye.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kusmedi Priharto mengatakan efek obat yang digunakan kepada bayi untuk mengemis sangatlah berbahaya. Obat jenis Riklona Clonazepam‎ ternyata mempunyai efek jangka panjang bagi bayi yang mengkonsumsinya.

“Penggunaan obat itu efek jangka panjang akan menyebabkan gangguan perkembangan motorik dan dan sensorik anak mas juga mengganggu pertumbuhan anak,” kata Kusmedi saat dihubungi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (27/3/2016) kepada tribunews.com.

Dia menjelaskan obat Riklona dengan dosis antar 0.01 sampai 0.03 miligram harus sesuai dengan barat badan. Obat itu digunakan terutama dengan penyakit epilepsi.

“Indikasinya, selain untuk epilepsi juga untuk gangguan panik dengan dosis yang disesuaikan‎,” tuturnya.

Dia menjelaskan, mengapa pengemis yang membawa bayi dengan cari memberikan obat itu untuk mencari uang di jalanan‎ agar bocah tidak berdosa itu tertidur. Sehingga, saat dibawa berpanas-panasan atau hujan-hujanan maka bayi itu akan anteng.

“Tapi, efek lainnya yang kelihatan adalah bayi mengeluarkan air liur,” tuturnya.

Saraf otak si bayi, kata dia, bisa tidak berkembang dengan baik apabil terus menerus menggunakan obat tersebut. Menurutnya obat tersebut harus menggunakan resep dokter dan tidak diperjualbelikan secara bebas.

“Oleh sebab itu, dari Sudin Kesehatan di lima wilayah kota akan segera menyisir apotek dan toko obat penjualan riklona seperti itu. Kita berkala akan nyisir setiap bulannya. Ini menjadi perhatian kita,” katanya.

Mampukah Kepolisian dan Dinkes DKI memberantasnya? hal ini dimungkinkan sudah berlangsung lama. Bagi yang lama berkecimpung di dunia distribusi obat, sudah menjadi rahasia umum dan mengenal dari mana kemungkinan sumber peredaraannya di DKI sebenarnya.

Clonezepam merupakan golongan obat psikotropika yang tentunya Apoteker akan tahu hal itu tidak boleh dikeluarkan tanpa adanya resep. Lalu bagaimana bisa sampai ke toko obat yang jelas izinnya tidak untuk menjual golongan Psikotropika dan Narkotika?

BACA JUGA