Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Akhirnya Akan Berantas Mafia di Dunia Farmasi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa gratifikasi di dunia kesehatan terutama di farmasi terkait dengan pemasaran obat telah terjadi secara terselubung.
Gratifikasi ini bisa kepada Dokter, Apoteker, maupun para pemilik sarana Klinik, Apotek, atau sarana kesehatan lainnya melalui bonus yang tidak wajar atas penjualan obat yang di target. Bahkan pemberian biaya untuk mengikuti seminar yang dianggap wajar oleh para praktisi kesehatan dianggap sebagai gratifikasi oleh KPK.
Seperti dilansir okezone.com. Maraknya praktik pemberian atau bonus dari industri farmasi ke dokter dalam pemasaran produk obat-obatan, membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersiap untuk turun tangan. Bahkan, lembaga antirasuah bakal melakukan penelusuran terkait skandal di industri medis tersebut.
“Sedang jalan. Sedang tahap konsultasi dengan industri farmasi,” ujar Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan kepada awak media di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (4/1/2016).
Pahala menambahkan, pihaknya juga menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kemenkes. Merujuk pada peraturan perundan-undangan, ia menyebut, hingga kini tidak ada satu pun aspek legal yang membolehkan para dokter rumah sakit pemerintah menerima pemberian dari industri farmasi. Alhasil, jika terjadi pemberian, dapat digolongkan sebagai gratifikasi.
“Contohnya gratifikasi berupa pemberian kesempatan dokter untuk mengikuti seminar internasional. Gratifikasi semacam ini dianggap membantu menunjang kariernya dan bisa berguna bagi masyarakat. (Temuan KPK) dokter merasa pemberian itu justru berguna. Itu pengakuan para dokter,” imbuhnya.
Sebab itu, ia menegaskan KPK tidak bisa membenarkan praktik yang dianggap wajar oleh para dokter tersebut. Selain itu, KPK juga bakal berhati-hati dalam menelusuri persoalan skandal industri medis.
Pahala menyebut, hal tersebut bertujuan agar masyarakat tak dirugikan dan para dokter juga bisa meningkatkan kompetensinya.
“Sedang kami atur pola hubungannya, supaya nanti tidak tergolong gratifikasi dan membuat dokter tidak merasa berhutang untuk bikin resep obat yang enggak rasional, tapi juga bisa mendorong peningkatan kompetensi dokter,” tukasnya.