Dengan Adanya BPJS Kesehatan, Peranan Apoteker di Papua Mulai Terlihat

0
4247
Crew IFRS — with Risty L, Chrismarthia Lidya Nuniary Maromon, Mey Wewengkang, Tutik Purwanti, Marni Pangrib, Ricky Meko and Pratiwi Cahyandari.
Crew IFRS — with Risty L, Chrismarthia Lidya Nuniary Maromon, Mey Wewengkang, Tutik Purwanti, Marni Pangrib, Ricky Meko and Pratiwi Cahyandari.

Dengan Adanya BPJS Kesehatan, Peranan Apoteker di Papua Mulai Terlihat. Dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia ternyata Apoteker mulai memperkenalkan dirinya dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Termasuk di Kota Sorong, Papua Barat.

Ricky Kolo Meko (37), Apoteker kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUD Sele Be Solu, Sorong, Papua Barat berhasil diwawancarai bidhuan dan mulai membagikan pengalamannya selama memimpin disana.

Ricky menjadi Pegawai Negeri Sipil di RSUD type C ini dengan menggunakan ijazah sebagai Asisten Apoteker sejak tahun 2000. Beruntung bagi dirinya, pada tahun 2003 Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) membuka program pemerataan bagi provinsi di luar pulau Jawa. Melalui jalur Pemerintah Kota Sorong, dirinya terpilih untuk mengikuti program ini.

Karena rasa ingin mengembangkan daerahnya sendiri yang begitu kuat, dengan biaya sendiri akhirnya dapat menyelesaikan program Sarjana pada tahun 2008, kemudian Pemkot akhirnya memberikan beasiswa untuk menyelesaikan Apoteker dan lulus pada tahun 2009.

“Saya menjadi kepala IFRS disini sejak Agustus 2015, beberapa hal masih harus diperbaiki” Ujar Ricky kepada bidhuan (28/2).

“Misalnya, sering terjadi miss communication antara Dokter, Apoteker, dan Perawat” kata Bapak yang telah memiliki dua orang anak laki-laki ini.

Menurutnya beberapa masalah sebelumnya sudah mulai terurai terutama masalah penerimaan kehadiran Apoteker sebagai mitra sejawat di RSUD-nya yang pada intinya mereka memang membutuhkan adanya Apoteker hanya masalah komunikasi yang kurang.

Crew IFRS — with Risty L, Chrismarthia Lidya Nuniary Maromon, Mey Wewengkang, Tutik Purwanti, Marni Pangrib, Ricky Meko and Pratiwi Cahyandari.
Crew IFRS — with Risty L, Chrismarthia Lidya Nuniary Maromon, Mey Wewengkang, Tutik Purwanti, Marni Pangrib, Ricky Meko and Pratiwi Cahyandari.

Ketika ditanyakan mengenai Sistem BPJS Kesehatan dan peranan Apoteker di masyarakat Papua terutama di RSUD yang dipimpinnya ternyata adanya program BPJS membuat Apoteker dikenal masyarakat dimana seharinya minimal 200 pasien menggunakan BPJS yang dilayani 4 orang Apoteker.

“Masyarakat perlahan-lahan sudah mengetahui Apoteker dari sistem BPJS melalui peranan PIO (Pelayanan Informasi Obat red.)” ungkapnya.

“PIO ini kan kita khususkan untuk pasien kronis, rata-rata pasien yang di rujuk dari faskes (fasilitas kesehatan Red.) tk 1 kan penyakit kronis, Nah di situ apoteker yang menyerahkan obat dan memberi informasi dan konseling” jelasnya.

“Klo di tempat dokterkan cuman sebentar jadi waktu penyerahan obat apoteker yg menjelaskan semua obat yang akan di bawa pulang, minimal 5 macam obat yg di bawa pulang” lanjutnya.

“Sistem BPJS ga ada kendala cuman nasabah yang belum memahami BPJS aja, contohnya masyarakat menganggap sekali bayar iuran berarti gratis seterusnya sehingga ketika sakit kartu ga aktif, ngamuk pasien ke petugas” jawabnya ketika ditanya kendala mengenai sistem BPJS.

BPJS ternyata sangat membantu hingga ke Papua, di Jawa sendiri masih dirasa buruk pelayanannya. Melihat pengalaman di Papua Barat, kuantitas banyaknya pasien BPJS terbukti akan mempengaruhi waktu pelayanan yang maksimal. Sehingga seorang Apoteker dirasakan besar peranannya di masyarakat Papua. [Baca : Curhat Dokter, Pasien BPJS Meningkat Kualitas Memburuk Kok Dibiarkan?]

BACA JUGA