Ini Alasan Mengapa Omzet Apotek Turun Karena BPJS Kesehatan. Mantan Kepala Badan POM RI, Dr Sampurno MBA Apt melengkapi pernyataan sebelumnya di acara seminar ‘Prospek Industri Farmasi Indonesia’ di University Club UGM Yogyakarta, Sabtu (16/01/2016). [Baca : Karena BPJS, Omzet Apotek Turun dan Apoteker Harus Rubah Paradigma]
Menurut analisisnya, setiap Apotek diharuskan menyediakan pelayanan untuk Resep program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dimana hanya memiliki keuntungan yang kecil yakni lima ribu rupiah setiap resepnya.
Dikutip harianjogja.com, Melalui program JKN pemerintah mengatur agar obat dapat dijangkau dengan daya beli masyarakat. Karena itu, obat generik dengan harga murah menjadi primadona dalam pelayanan BPJS kesehatan. Kebijakan ini rupanya berpengaruh pada aktor-aktor lain dalam pelayanan kesehatan, termasuk pelaku industri farmasi.
Dosen Fakultas Farmasi UGM, Sampurno mengatakan lewat BPJS Kesehatan harus memasukkan obat generik. Jika dirupiahkan maka margin dari apotik hanya sekitar Rp5.000 per resep.
“Dengan pola pikir ini membuat apotik mengalami penurunan omzet berkisar antara 20% hingga 60%,” kata Sampurno seperti dalam rilis Harianjogja.com belum lama ini.
Sementara itu, dengan pengadaan obat sektor pemerintah melalui e-catalog, pedagang besar farmasi lokal kehilangan captive market. Akibatnya, ribuan pedagang besar sekarang ini matisuri.
“Pengadaan obat yang berfokus pada obat generik dalam jumlah besar membawa perubahan besar pada pasar farmasi Indonesia. Dampaknya misalnya, apotik kehilangan konsumen, pedagang besar farmasi kehilangan pasar Rumah Sakit, sementara industri farmasi mengalami minus pertumbuhan karena harus beroperasi low price dan low margin,” tambah Sampurno.