Kontroversi Puyer (Serbuk Terbagi)

0
4601
Kontroversi Puyer (Serbuk Terbagi)
Kontroversi Puyer (Serbuk Terbagi)

Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik dari tumbuhan, hanya berdasarkan pengalaman dan selanjutnya Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya.

Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. pada tahap ini obat telah berhasil dibuat dalam bentuk serbuk dengan berbagai macam zat aktif, nah disinilah awalnya dikenal serbuk terbagi (sekarang puyer) dengan mencampur berbagai jenis zat aktif dan dihitung dengan cermat berdasarkan umur dan berat badannya (dikenal rumus talbot, young dll).

Selanjutnya Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.

Pada saat ini ilmu teknologi farmasi telah berkembang pesat banyak sediaan baru yang telah ditemukan dengan rute pemberian yang spesifik (oral, nasal, transdermal, bukal, topikal, parenteral, dll) seperti capsugel, patch transdermal, aerosol,  sediaan semisolid (salep, krim, gel, lotion, dll), tablet lepas lambat dll. Dimana setiap sediaan telah di standarisasi  dan memiliki cara evaluasi sediaan  masing-masing.

Baca: Pengertian Antibiotik, Baca Penjelasan Rincinya

Sediaan tablet misalnya, misalkan zat aktif parasetamol dengan dosis 500 mg akan dibuat sediaan tablet. tidak mungkin tablet yang dibuat ini semuanya murni mengandung parasetamol, tetapi ada zat tambahannya, bahan tambahan ini lah selain membantu proses pencetakan menjadi bentuk tablet juga berperan dalam memperoleh profil ketersediaan hayati (kadar obat dalam tubuh) yang efektif untuk terapi.

Jadi bisa dibayang kan apabila tablet yang telah di atur sedemikian rupa karakteristiknya, di hancurkan dan dicampurkan dengan tablet lainnya kemudian dijadikan puyer alias digerus menjadi serbuk yang dibagi-bagi, ketersediaan hayati bentuk serbuk dan tablet jelas akan berbeda, selain itu proses biofarmasetik (proses pecahnya obat sampai memasuki peredaran darah) serbuk berbeda dengan tablet sehingga mempengaruhi
efektifitas pengobatan yang diharapkan,

Dengan kemajuan zaman dimana teknologi dan penelitian pengembangan obat sudah maju, dibuktikan dengan ditemukannya bentuk sediaan baru yang efektif dan tepat sasaran, bentuk puyer sudah tidak seharusnya digunakan di masa kini. Kecuali pembuatan sediaan puyer diawasai oleh tenaga pharmachist dan dibuat sesuai petunjuk Cara Pembuatan Obat yang Baik (contoh puyer bintang tujuh) telah diuji secara klinis efektivitas terapinya dan memiliki metoda evaluasi yang telah distandarisasi sehingga puyer yang satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik yang sama.

Baca: 4 Faktor Penyebab Meninggalnya Pasien Kasus Bupivacain Menurut Praktisi Apoteker di Industri

BACA JUGA