Masukan Untuk Ketua PD IAI Jabar, Tentang Aturan Syarat Pendirian Apotek. Berawal dari tulisan @apotekerhuda di bidhuan.id tentang “Kesejahteraan, Kepada Siapa Apoteker Berharap ?“.
Akun facebook bernama Linda Rosiyani dari Bekasi memberikan tanggapan di kolom komentar bidhuan.id terhadap artikel yang menurutnya ditulis oleh Ketua Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Jawa Barat (PD IAI Jabar). Berikut adalah isi komentarnya
Yang terhormat bapak Ali Mashuda (mohon maaf tanpa gelar saya menyapa), sebagai ketua PD IAI JABAR tentunya bapak sangat paham betul seluk beluk kesepakatan antara Apoteker dengan Investor di daerah kerja organisasi Jawa Barat, masih menjadi warisan masa lalu, warisan pembangunan sistem bisnis 30 tahun yang lalu mungkin…
Paham saya, bahwa kesepakatan yang terjadi antara investor dan apoteker penanggung jawab sarana adalah internal. Hanya apoteker sendiri yang mampu mengejawantahkan inherensi profesionalitas disana.
Yang menjadi masalah adalah ketika aturan yang didefinisikan sebagai alat pemacu kepercayaan diri apoteker dihadapan pemilik modal adalah hanya sebagai bahan pelengkap syarat pengajuan pendirian apotek, yang sampai saat ini masih marak terjadi.
Dan kejadian ini karena pengawasan tenaga kerja dan distribusi obat masih banyak celah kekurangannya yang bisa dimanfaatkan investor yang notabene hanya melihat bisnis farmasi dalam produknya.
Nyatanya, apoteker yang melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan benar ternyata banyak yang tidak bisa memenuhi target bisnis pengembalian modal investasi pemodal. Lalu bisnis merugi dan kemudian investor mencoba mengambil alih distribusi produk karena ketika bisnis kesehatan ini harus bisa menguntungkan dan mengembalikan modal.
Sebagai contoh, bisnis perdagangan obat di pasar proyek Kota Bekasi, sampai saat saya menulis ini mereka masih berjualan produk murah, dalam jumlah bulk, kepada nakes lain.(Saat ini mestinya mereka sedang buka tutup gerai dan memulai perdagangan obat dan alkesnya), Kekuatan investasi bisa membuat mereka memaksa apoteker tidak perlu datang ke sarana karena apa? saat sidak bpom tentang peredaran obat, mereka sudah dapat informasi lalu menutup kegiatan, atau memang sidak tidak dilakukan rutin sama sekali. Investor yang terlanjur beli barang banyak ini kan harus disalurkan, biar untung kecil yang penting volume, sedangkan bisnis yang bisa dijalankan oleh apoteker adalah menunggu volume kecil dengan margin yang diusahakan cukup untuk operasionalnya. Ilmu marketing saya mah cetek pak, tapi para investor itu sudah banyak pengalaman, karena buat mereka bisnis itu siasat.
yang perlu dipikirkan adalah bagaimana memotong pola pikir investor yang kadung terjun di dunia produk farmasi dan sama sekali tidak mau tau aturan yang mereka tahu adalah siasat bisnis agar investasi balik dan menguntungkan.